Sejarah Desa Tunjungtirto
1. Sejarah berdirinya Desa Tunjungtirto
Kita ketahui bahwa menurut sejarah nasional, berakhirnya Perang Diponegoro di Jawa Tengah pada tahun 1830 adalah karena tertangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Kompeni Belanda dalam suatu perundingan di Magelang. Mengetahui pemimpinnya tertangkap maka semua prajurit Diponegoro diluar gedung perundingan serempak bubar melarikan diri.
Menyadari bahwa perjuangan yang bersifat kedaerahan (kelompok tertentu) selalu dapat dipatahkan oleh Kompeni Belanda begitu juga halnya dengan Perang Diponegoro maka Prajurit Diponegoro selanjutnya melarikan diri keluar dari Jawa Tengah dan menyebar keseluruh penjuru Tanah Jawa untuk mengatur strategi menyusun kekuatan berjuang kembali melawan Kompeni Belanda dikemudian hari.
Kita ketahui bahwa menurut sejarah nasional, berakhirnya Perang Diponegoro di Jawa Tengah pada tahun 1830 adalah karena tertangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Kompeni Belanda dalam suatu perundingan di Magelang. Mengetahui pemimpinnya tertangkap maka semua prajurit Diponegoro diluar gedung perundingan serempak bubar melarikan diri.
Menyadari bahwa perjuangan yang bersifat kedaerahan (kelompok tertentu) selalu dapat dipatahkan oleh Kompeni Belanda begitu juga halnya dengan Perang Diponegoro maka Prajurit Diponegoro selanjutnya melarikan diri keluar dari Jawa Tengah dan menyebar keseluruh penjuru Tanah Jawa untuk mengatur strategi menyusun kekuatan berjuang kembali melawan Kompeni Belanda dikemudian hari.
Beberapa Prajurit yang melarikan diri sampai di Jawa Timur, khususnya di tlatah bumi Malang dan sekitarnya. Pada waktu itu datanglah sekelompok mantan Prajurit Diponegoro menuju tiga tempat, yaitu :
1. Gunung Kawi
2. Gunung Tengger (sekitar kawah gunung Bromo)
3. Singosari, khususnya di wilayah ini.
1. Gunung Kawi
2. Gunung Tengger (sekitar kawah gunung Bromo)
3. Singosari, khususnya di wilayah ini.
Di Singosari yaitu diwilayah ini dipimpin oleh Sultan Hadijayadiningrat dari Demakbintoro persisnya berasal dari daerah Juwono, sehingga ia dipanggil Mbah Juwono (untuk menghilangkan jejak dari pengawasan Kompeni Belanda).
Mbah juwono beserta teman – temannya tertarik akan keadaan alam ini karena pemandangannya indah, banyak sumber air yang ditumbuhi bunga – bunga serta tanahnya yang subur.
Mbah juwono beserta teman – temannya tertarik akan keadaan alam ini karena pemandangannya indah, banyak sumber air yang ditumbuhi bunga – bunga serta tanahnya yang subur.
Pada waktu itu pembagian wilayah yang selanjutnya dibuka sebagai lahan untuk bertahan hidup adalah sebagai berikut :
1. Mbah Juwono membuka daerah sebelah barat dan utara sungai atau bukit utara selanjutnya daerah itu dinamakan Juwono.
2. Pak Gambiro membuka wilayah sebelah Timur dan Selatan sungai atau bukit tengah, dan selanjutnya daerah itu dinamakan Bunder atau Bunder Jambean.
3. Pak Artimu’ah membuka wilayah selatan atau bukit selatan dan selanjutnya daerah itu diberi nama Bunder.
4. Pak Singorejo membuka wilayah Timur dan dinamakan Purworejo.
1. Mbah Juwono membuka daerah sebelah barat dan utara sungai atau bukit utara selanjutnya daerah itu dinamakan Juwono.
2. Pak Gambiro membuka wilayah sebelah Timur dan Selatan sungai atau bukit tengah, dan selanjutnya daerah itu dinamakan Bunder atau Bunder Jambean.
3. Pak Artimu’ah membuka wilayah selatan atau bukit selatan dan selanjutnya daerah itu diberi nama Bunder.
4. Pak Singorejo membuka wilayah Timur dan dinamakan Purworejo.
Disini perlu kita pahami bahwa ada suatu ikatan yang dinamakan segitiga emas, karena beberapa alasan sebagai berikut :
• Pertama : Tiga Tokoh (Pak Gambiro, Pak Artimu’ah dan Pak Singorejo)
• Kedua : Tiga Bukit (Bukit Utara, Bukit Tengah dan Bukit Selatan)
• Ketiga : Tiga Sumber (Sumber Jabal, Sumber Rau dan Sumber Uceng). Sumber Uceng nama lainnya adalah Pakis Uceng atau Pakis Gendruwo.
• Keempat : Tiga Pedusunan (Bunder, Purworejo dan Kematren)
• Kelima : Tri Tunggal (Bertiga tetapi menyatu / menjadi satu kesatuan) yang terdiri dari Sultan Hadijayadiningrat, Mbah Juwono dan Pak Gambiro yang sebenarnya adalah satu orang yang sama
• Pertama : Tiga Tokoh (Pak Gambiro, Pak Artimu’ah dan Pak Singorejo)
• Kedua : Tiga Bukit (Bukit Utara, Bukit Tengah dan Bukit Selatan)
• Ketiga : Tiga Sumber (Sumber Jabal, Sumber Rau dan Sumber Uceng). Sumber Uceng nama lainnya adalah Pakis Uceng atau Pakis Gendruwo.
• Keempat : Tiga Pedusunan (Bunder, Purworejo dan Kematren)
• Kelima : Tri Tunggal (Bertiga tetapi menyatu / menjadi satu kesatuan) yang terdiri dari Sultan Hadijayadiningrat, Mbah Juwono dan Pak Gambiro yang sebenarnya adalah satu orang yang sama
Selanjutnya atas kesepakatan tiga tokoh tersebut telah dilakukan pembagian daerah sebagai berikut :
1. Daerah Juwono digunakan untuk keperluan pendidikan dan didirikan suatu padepokan (pesantren) untuk olah kanuragan dan menyebarkan ajaran agama Islam yang dikelola oleh Mbah Juwono.
2. Untuk urusan pemerintahan didirikan suatu kademangan / desa yang dikelola oleh Pak Gambiro dan Pak Artimu’ah.
Peristiwa terjadinya kesepakatan tersebut terjadi pada tahun 1832 dan baru dapat dilaksanakan pada hari minggu Kliwon tanggal 2 Suro tahun 1983.
1. Daerah Juwono digunakan untuk keperluan pendidikan dan didirikan suatu padepokan (pesantren) untuk olah kanuragan dan menyebarkan ajaran agama Islam yang dikelola oleh Mbah Juwono.
2. Untuk urusan pemerintahan didirikan suatu kademangan / desa yang dikelola oleh Pak Gambiro dan Pak Artimu’ah.
Peristiwa terjadinya kesepakatan tersebut terjadi pada tahun 1832 dan baru dapat dilaksanakan pada hari minggu Kliwon tanggal 2 Suro tahun 1983.
Selanjutnya desa ini terbagi lagi menjadi beberapa pedukuhan / dusun yang terdiri dari tiga pedusunan yaitu dusun Bunder, Dusun Purworejo dan Dusun Kemantren. Sesuai dengan keadaan alam maka desa ini dinamakan Tunjungtirto yang artinya bunga – bungan yang tumbuh di air.
Yang pernah menjabat sebagai Demang atau Kepala Desa Tunjungtirto berturut – turut sebagai berikut :
1. Gambiro tahun 1833 s/d 1949
2. Singorejo tahun 1849 s/d 1863
3. Artimu’ah tahun 1863 s/d 1880
4. Muktirejo tahun 1880 s/d 1900
5. Said Kertojoyo tahun 1900 s/d 1935
6. Sudarsono tahun 1935 s/d 1967
7. Subalinoto R. H. tahun 1967 s/d 1988
8. M. Kholil Hadi tahun 1988 s/d 1996
9. Drs. Bambang Istiawan tahun 1996 s/d 1998, Beliau adalah Sekretaris Camat Singosari yang ditugaskan menjabat sebagai Pj. Kepala Desa Tunjungtirto.
10. Drs. Didik Gatot Subroto SH. MH tahun 1998 s/d 2013, menjabat selama 14 tahun / dua kali periode.
11. Hanik Dwi Martya P. tahun 2013 s/d sekarang
Yang pernah menjabat sebagai Demang atau Kepala Desa Tunjungtirto berturut – turut sebagai berikut :
1. Gambiro tahun 1833 s/d 1949
2. Singorejo tahun 1849 s/d 1863
3. Artimu’ah tahun 1863 s/d 1880
4. Muktirejo tahun 1880 s/d 1900
5. Said Kertojoyo tahun 1900 s/d 1935
6. Sudarsono tahun 1935 s/d 1967
7. Subalinoto R. H. tahun 1967 s/d 1988
8. M. Kholil Hadi tahun 1988 s/d 1996
9. Drs. Bambang Istiawan tahun 1996 s/d 1998, Beliau adalah Sekretaris Camat Singosari yang ditugaskan menjabat sebagai Pj. Kepala Desa Tunjungtirto.
10. Drs. Didik Gatot Subroto SH. MH tahun 1998 s/d 2013, menjabat selama 14 tahun / dua kali periode.
11. Hanik Dwi Martya P. tahun 2013 s/d sekarang
1) Perkembangan Wilayah
Semula waktu hari jadi Tunjungtirto yaitu pada tanggal 2 Suro 1252 H atau tanggal 10 Agustus 1833, wilayahnya terdiri dari 3 pedusunan. Setelah mbah Juwono meninggal dunia Padepokan juwono tidak terurus dan peristiwa ini bersamaan dengan meninggalnya Pak Gambiro sebagai Kepala Desa (Demang). Maka kepemimpinan Tunjungtirto dipegang oleh Pak Singorejo. Untuk pengembangan wilayah Pak Singorejo memohon agar warga Padepokan Juwono bergabung dengan Desa tunjungtirto sebagai pedusunan. Disamping itu kademangan Banjarejo atau Banjar Tengah juga bergabung ke Desa Tunjungtirto.
Setelah Pak Singorejo meninggal dunia di tahun 1863 Pak Artimu’ah menggantikan kepemimpinan Desa Tunjungtirto sebagai Kepala Desa (Demang). Masa kepemimpinannya Pak Artimu’ah menggabungkan wilayah selatan sungai Bodo yaitu Kademangan Podo Katon dengan wilayah utara sungai Bodo menjadi satu wilayah Tunjungtirto. Sehingga wilayah Kademangan Tunjungtirto bulat terdiri dari gabungan 4 wilayah kademangan yaitu Tunjungtirto, Juwono, Banjar Tengah dan Podokaton sampai sekarang.
Selanjutnya wilayah Tunjungtirto tidak berkembang lagi, namun perkembangan wilayah kemasyarakatannya yang berkembang, seperti waktu Pak Kepala Desa Subalinoto RH dengan pembangunan perumahan Karanglo Indah ada penambahan 1 RT. Dan Dusun Losawi yang semula satu RW dipecah menjadi dua RW yaitu RW 8 dan 9.
Waktu pemerintahan Kepala Desa Pak M. Cholil Hadi ada pembangunan perumahan Tunjungtirto Semarak yang terdiri dari 4 RT dan jadi satu wilayah RW. Sehingga Tunjungtirto terdiri dari sepuluh wilayah RW.
Terakhir pada waktu Kepala Desa dijabat oleh Pak Didik Gatot Subroto ada penambahan dua perumahan yaitu perumahan Tirtasani Estate yang terdiri dari tiga RT dan satu RW serta perumahan Irish Garden yang terdiri dari tiga RT dan satu RW. Sedangkan pada masa pemerintahan Ibu Hanik Dwi Martya di dukuh Juwet terpecah menjadi dua RW yaitu RW 2 dan RW 13. Sekarang wilayah pedukuhan terdiri dari sepuluh dukuh, 59 RT dan 13 RW.
Sekarang Desa Tunjungtirto terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 10 wilayah pedusunan / pedukuhan yang dipimpin oleh Kamituwo. Pedukuhan tersebut yaitu :
1. Dukuh Bunder
2. Dukuh Juwono, sekarang namanya menjadi Juwet
3. Dukuh Bunder Jambean, sekarang namanya menjadi Gebyak
4. Dukuh Purworejo, lalu namanya berubah jadi Balong dan pada pertengahan tahun 2003 kembali lagi namanya menjadi Purworejo
5. Dukuh Kemantren, sekarang namanya menjadi Bunut
6. Dukuh Banjarejo / Banjar Tengah, sekarang namanya menjadi Bodosari
7. Dukuh Gembrung
8. Dukuh Losawi
9. Dukuh Jajar
10. Dukuh Plambesan.
Semula waktu hari jadi Tunjungtirto yaitu pada tanggal 2 Suro 1252 H atau tanggal 10 Agustus 1833, wilayahnya terdiri dari 3 pedusunan. Setelah mbah Juwono meninggal dunia Padepokan juwono tidak terurus dan peristiwa ini bersamaan dengan meninggalnya Pak Gambiro sebagai Kepala Desa (Demang). Maka kepemimpinan Tunjungtirto dipegang oleh Pak Singorejo. Untuk pengembangan wilayah Pak Singorejo memohon agar warga Padepokan Juwono bergabung dengan Desa tunjungtirto sebagai pedusunan. Disamping itu kademangan Banjarejo atau Banjar Tengah juga bergabung ke Desa Tunjungtirto.
Setelah Pak Singorejo meninggal dunia di tahun 1863 Pak Artimu’ah menggantikan kepemimpinan Desa Tunjungtirto sebagai Kepala Desa (Demang). Masa kepemimpinannya Pak Artimu’ah menggabungkan wilayah selatan sungai Bodo yaitu Kademangan Podo Katon dengan wilayah utara sungai Bodo menjadi satu wilayah Tunjungtirto. Sehingga wilayah Kademangan Tunjungtirto bulat terdiri dari gabungan 4 wilayah kademangan yaitu Tunjungtirto, Juwono, Banjar Tengah dan Podokaton sampai sekarang.
Selanjutnya wilayah Tunjungtirto tidak berkembang lagi, namun perkembangan wilayah kemasyarakatannya yang berkembang, seperti waktu Pak Kepala Desa Subalinoto RH dengan pembangunan perumahan Karanglo Indah ada penambahan 1 RT. Dan Dusun Losawi yang semula satu RW dipecah menjadi dua RW yaitu RW 8 dan 9.
Waktu pemerintahan Kepala Desa Pak M. Cholil Hadi ada pembangunan perumahan Tunjungtirto Semarak yang terdiri dari 4 RT dan jadi satu wilayah RW. Sehingga Tunjungtirto terdiri dari sepuluh wilayah RW.
Terakhir pada waktu Kepala Desa dijabat oleh Pak Didik Gatot Subroto ada penambahan dua perumahan yaitu perumahan Tirtasani Estate yang terdiri dari tiga RT dan satu RW serta perumahan Irish Garden yang terdiri dari tiga RT dan satu RW. Sedangkan pada masa pemerintahan Ibu Hanik Dwi Martya di dukuh Juwet terpecah menjadi dua RW yaitu RW 2 dan RW 13. Sekarang wilayah pedukuhan terdiri dari sepuluh dukuh, 59 RT dan 13 RW.
Sekarang Desa Tunjungtirto terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 10 wilayah pedusunan / pedukuhan yang dipimpin oleh Kamituwo. Pedukuhan tersebut yaitu :
1. Dukuh Bunder
2. Dukuh Juwono, sekarang namanya menjadi Juwet
3. Dukuh Bunder Jambean, sekarang namanya menjadi Gebyak
4. Dukuh Purworejo, lalu namanya berubah jadi Balong dan pada pertengahan tahun 2003 kembali lagi namanya menjadi Purworejo
5. Dukuh Kemantren, sekarang namanya menjadi Bunut
6. Dukuh Banjarejo / Banjar Tengah, sekarang namanya menjadi Bodosari
7. Dukuh Gembrung
8. Dukuh Losawi
9. Dukuh Jajar
10. Dukuh Plambesan.
2. Perkembangan Pemerintahan
Semula Tunjungtirto merupakan wilayah setingkat Kademangan dipimpin seorang Demang yang pengangkatannya secara musyawarah atau ditunjuk dan bukan dari hasil pemilihan langsung oleh warga dikarenakan pada waktu itu jumlah warga masih sedikit. Seorang Demang melaksanakan tugas dibantu oleh para Kepala Dusun dan tugas – tugas pelayanan terhadap masyarakat dikendalikan dirumah masing -masing sehingga umumnya rumah Demang (Kepala Desa) waktu itu ada semacam Pendopo.
Sesuai dengan perkembangan jaman, jumlah penduduk semakin bertambah, maka tugas – tugas semakin berat dan semakin banyak sehingga perlu adanya tenaga pembantu, yaitu :
1. Modin, bertugas mengurus pernikahan, perceraian, kematian atau urusan keagamaan. Dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Kaur Kesra.
2. Jogoboyo, atau Kepetengan bertugas mengurusi masalah keamanan.
3. Kebayan, bertugas menyampaikan perintah dari Kepala Desa atau Kamituwo kepada masyarakat.
4. Ulu – ulu, atau Jogotirto dan sekarang disebut kwowo bertugas mengatur pengairan sawah.
Semula Tunjungtirto merupakan wilayah setingkat Kademangan dipimpin seorang Demang yang pengangkatannya secara musyawarah atau ditunjuk dan bukan dari hasil pemilihan langsung oleh warga dikarenakan pada waktu itu jumlah warga masih sedikit. Seorang Demang melaksanakan tugas dibantu oleh para Kepala Dusun dan tugas – tugas pelayanan terhadap masyarakat dikendalikan dirumah masing -masing sehingga umumnya rumah Demang (Kepala Desa) waktu itu ada semacam Pendopo.
Sesuai dengan perkembangan jaman, jumlah penduduk semakin bertambah, maka tugas – tugas semakin berat dan semakin banyak sehingga perlu adanya tenaga pembantu, yaitu :
1. Modin, bertugas mengurus pernikahan, perceraian, kematian atau urusan keagamaan. Dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Kaur Kesra.
2. Jogoboyo, atau Kepetengan bertugas mengurusi masalah keamanan.
3. Kebayan, bertugas menyampaikan perintah dari Kepala Desa atau Kamituwo kepada masyarakat.
4. Ulu – ulu, atau Jogotirto dan sekarang disebut kwowo bertugas mengatur pengairan sawah.
Memasuki era orde baru waktu itu Kepala Desa Pak Subalinoto RH disamping ada pendopo dirumahnya mulai mendirikan Kantor Desa dan Balai desa sebagai tempat pelayanan masyarakat.
Dan pada masa kepemimpinan Kepala Desa Bpk. Didik Gatot Subroto kondisi kantor desa mulai rusak dan tidak layak untuk dijadikan sarana pelayanan masyarakat sehingga dilakukan pemugaran atau renovasi secara total dan dibangun sesuai dengan kondisi kebutuhan pelayanan masyarakat. Untuk menghargai jasa beliau maka gedung Bale desa dinamakan Gedung Soebali dan Gedung pertemuan di lantai dua dinamakan Gedung Gatot Subroto.
Dan pada masa kepemimpinan Kepala Desa Bpk. Didik Gatot Subroto kondisi kantor desa mulai rusak dan tidak layak untuk dijadikan sarana pelayanan masyarakat sehingga dilakukan pemugaran atau renovasi secara total dan dibangun sesuai dengan kondisi kebutuhan pelayanan masyarakat. Untuk menghargai jasa beliau maka gedung Bale desa dinamakan Gedung Soebali dan Gedung pertemuan di lantai dua dinamakan Gedung Gatot Subroto.
5 komentar
yuk kerjasama dengan pemerintah desa tunjungtirto supaya informasinya selalu update dan apa adnya jadi tidak sekedar kopas dari web desa hehehehe
Replytapiiii semuanya kerennn bgt kok....selamat ya n lanjut terus update infonya
ReplyBaik, terimakasih banyak atas sarannya...
Replydan, mungkin apa saja tentang desa yang bisa di publish di blog KIM ini ?
Keren.. semoga tetap semangat mengembangn konten-konten KIM ini
ReplyMemasadepankan masa silam adalah aset intelektual sejarah dan kebudayaan generasi mendatang.
ReplyPosting Komentar